Kita, Indonesia dan Covid-19

Info Rayon Sakera - Dalam catatan sepanjang sejarah, tahun ini Indonesia mengalami sakit yang berkepanjangan. Perekonomian dan jalur transportasi terpaksa berhenti sejenak. Ditambah kabar warganya yang semakin hari semakin memprihatinkan. Sejauh ini pula, seolah dunia sedang menemui masa terburuknya. Setelah sekian tahun terlewati dengan suka duka yang entah bagaimana cara untuk menggambarkan, Indonesia disapa dengan kejutan pahit, sedangkan waktu banyak terlewati dan masa terus berganti. Menghadapi hal ini, ketidaksiapan manusia menemui masa sulit seringkali membuat mereka ketakutan, bahkan mengalami phobia yang cukup parah. Sehingga membuat kondisi tubuh menurun dan tidak stabil.

Virus corona, Banyak yang menyebutnya demikian. Penyakit ini muncul kali pertama di Wuhan, Tiongkok. Penyebarannya begitu pesat, bahkan perhari bisa membunuh banyak korban jiwa. Dugaan pertama penyakit ini menyebar karena kebiasaan masyarakat setempat mengonsumsi lauk yang terdiri dari binatang menjijikkan, seperti kelelawar, tikus, trenggiling, kalajengking, lipan dan beberapa hewan lainnya. Jauh dari prasangka, corona bisa menjadi sebuah penyakit tingkat dunia (pandemi) yang kemudian perlahan menyelimuti rona cerah Indonesia. Negara yang tumbuh subur dengan keindahan yang tak terbantahkan kini harus merasakan cemas berkepanjangan. Semua akses transport maupun perdagangan ditutup. Entah bagaimana rona Indonesia jika misal kita bisa menatap langsung wajah negara kita dengan segala keburaman yang terjadi. 

Ketika itu seolah semuanya terasa pelik. Apalagi ditambah dengan suhu udara yang sering berubah-ubah. Saat hujan turun rasanya berbeda. Seolah syahdu yang biasa berada dalam rinai hujan kini berjalan beriringan dengan kabut pilu. Begitu pun saat cuaca cerah, menerawang di udara seolah ada yang tidak sama. Kesahajaan dalam hangatnya pagi dan tentramnya siang harus beriringan dengan risau yang tak berkesudahan. Beberapa orang merasakan kesedihan berlipat-lipat.  Disini, manusia seolah harus menentukan keputusan; antara hidup dalam kondisi terkekang, atau bebas tapi penyakitan. Itulah mengapa pemerintah memberlakukan social distancing dan menyuruh untuk tetap berada di rumah. Semua orang mengkhawatirkan kondisinya, kondisi kerabat dan kondisi lingkungannya. Banyak harap dan doa melangit. Dengan sadar dan penuh pengharapan, semua bersama-sama menginginkan kedamaian dan keselamatan atas dirinya. Lebih-lebih untuk Indonesia. 

Sebagai warga negara yang hidup di negara Bhinneka, kita memiliki kewajiban merangkul serta menolong saudara-saudara kita. Jika kita belum mampu di bidang medis, kita cari peluang terbaik untuk membantu sebagai bentuk kepedulian dan rasa empati. Begitu sedih melihat kelumpuhan dimana-mana. Para pedagang harus kehilangan pembeli, tukang angkot harus kehilangan penumpang, dan beberapa orang yang merasakan kehilangan tentu merasakan sunyi secara bersamaan. Ini bukan lagi masalah perorangan, melainkan masalah negara yang membebani tiap jiwa warganya. Meski mereka diam dengan keadaan, sebetulnya merekalah yang paling membutuhkan bantuan.

Peran kita sebagai aktivis mungkin terdengar tidak penting. Kegiatan yang isinya lebih banyak berdiskusi dianggap hal sepele bagi sebagian orang, sehingga pandangan orang lain terhadap para aktivis kurang mendapatkan perhatian. Sebagai aktivis yang berada di bawah naungan PMII, memang tugas kita bukan pada kekuatan medis yang memakai pakaian hazmat dengan kain super tebal, tapi jiwa kita tergerakkan meski sekedar menyerukan #tetapdirumah dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. 

Menyebar pamflet di media sosial atau melakukan kajian online dengan melibatkan para senior pergerakan PMII sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat sekitar. Dengan begitu, menjadi seorang pahlawan tidak harus menyandang nama “hero” sebagai penghargaan atas kegiatan menolong sesama. Sebab, pekerjaan seorang pahlawan bukan sebatas nama saat kita diberi pengakuan oleh banyak orang, melainkan kinerja maksimal yang membutuhkan banyak tenaga dengan satu tujuan; membantu saudara kita. Semua bisa menjadi pahlawan dengan jiwa sadar dan tanggung jawab.

Memang, wabah kali ini merupakan tantangan serius bagi aktivis dan para pejuang lainnya. Tugas aktivis bukan hanya menyeru untuk mematuhi himbauan pemerintah, tetapi juga  memberikan pemahaman pada diri sendiri dan kerabat terdekat dalam bentuk pembelajaran ringan seperti membiasakan untuk cuci tangan dengan sabun sebelum makan, memakai masker jika terpaksa harus keluar rumah dan menggunakan sanitizer guna menyeterilkan tangan dari bakteri. Hal ini termasuk wujud kecil dari bentuk keberadaan aktivis yang juga tidak bisa melakukan kampanye di luar ruangan. Secara tidak langsung, kita sudah mengupayakan kebaikan dengan cara yang mudah dilakukan. Bukankah kebaikan selalu menemukan jalan agar tetap tercapai? cukup dengan tekad yang kuat dan niat karena Allah, semua akan berjalan dengan mudah.

Oleh karena itu, marilah kita turun tangan. Membantu mereka dalam bentuk doa dan tindakan. Tidak harus semuanya dilakukan tenaga medis. Kitalah yang lebih berkewajiban membantu atas dasar kemanusiaan dan persaudaraan. Mereka saudara kita dan kita saudara mereka.
Satu jiwa, satu saudara, satu Indonesia.

SALAM PERGERAKAN !! 
_________

Penulis : Nuril Izzah Afgarina
Publisher : Tim LSO

*) Penulis adalah anggota Rayon Persiapan Sakera, PK. PMII IAIN Madura