Kaum Pergerakan dan 'Alergi' yang Mematikan

Info Rayon Sakera - Dua kabupaten di pulau Madura yaitu Bangkalan  dan Pamekasan ternyata sudah masuk dalam daerah darurat wabah virus Covid-19. Menurut laporan matamaduranews.com (Selasa,14 April 2020), masyarakat yang terjangkit virus korona bertambah menjadi lima orang dari yang asalnya hanya tiga orang.  Diduga  dua jumlah korban tambahan tersebut adalah petugas haji di Surabaya. Orang Madura—yang mayoritas  awam—terrkadang banyak yang menganggap bahwa pandemi ini direspon secara tidak serius sehingga keseringan mereka mengabaikan bahkan mengentengkannya. Muncullah beberapa video–video lucu tentang respon masyarakat terhadap wabah ini yang membuat kita  tertawa geli  menyaksikannya. 

Ada beragam alasan yang dikemukakan oleh mereka; faktor perekonomian yang macet  gara-gara wabah ini, atau  bahkan kepercayaan-kepercayaan yang masih kolot tentang dunia medis sehingga mengaitkan hal-hal mistis dan lain sebagainya untuk menjustifikasi “kepentingan” mereka, atau bahkan alasan-alasan  sepele untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan ma’ruf (kebaikan) seperti bekerja ke sawah, hoaks untuk  kepentingan perekonomian dan lainnya. Walaupun mayoritas masyarakat Madura masih percaya dengan hal-hal mistis seperti dengan membaca doa tolak bala, istigasah, sholawatan,  bahkan hal-hal positif lainnya. 

Dengan kondisi ini, adagium yang  sering didengungkan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berupaya “dzikir, pikir, amal sholeh” mengalami dilema yang begitu kentara. Untuk meyakinkan masyarakat dalam situasi “genting” ditengah wabah ini, mengajak masyarakat Madura berpikir rasional sudah tidak mungkin dilakukan. Kondisi masyarakat pinggiran seperti yang terjadi di Madura  membingunkan untuk diberikan pemahaman oleh kaum pergerakan dengan status “mahasiswa” yang disandangnya. Maka, satu-satunya gerakan yang bisa dilakukan adalah dengan membuat konten-konten media yang berisi wejangan dakwah kreatif-inovatif agar mereka waspada dengan wabah ini. Itu bisa dilakukan dengan video, meme, atau bahkan tulisan-tulisan pencerahan  lainnya. 
PMII sebagai organisasi yang bergerak dan membela nasib kaum pinggiran dan tertindas, harus bisa memberikan edukasi  terhadap masyarakat agar tetap mematuhi segala bentuk  protokol yang sudah dianjurkan oleh pemerintah. Dalam situasi wabah ini, mahasiswa pergerakan berada dalam kondisi “mandul” dan “tidak  lagi  bertaring”. Bagaimana tidak, jika segala bentuk permasalahan kemanusiaan yang  biasanya dipecahkan dengan konsolidasi, silaturrahmi, dengan secangkir kopi hanya bisa dilakukan melalui komunikasi. Itupun dalam bentuk online. Terkecuali  bagi mereka yang mempunyai kreatifitas di rumahnya masing-masing dengan senantiasa   menebarkan kebaikan bagi dirinya dan tidak abai pada lingkungannya. Karena  mengajak masyarakat berpikir rasional sudah tidak mungkin, maka dzikir dan amal sholeh menjadi titiktumpu dalam gerakan PMII di tengah pandemi ini. 

Sekali lagi,  taruhan pergerakan di tengah pandemi terletak  pada ide-ide progresif; memanfaatkan  skill masing-masing untuk selalu waspada terhadap wabah. 
Jika  karakter gerakan kita selalu tajam ke  atas (elite pemerintahan) dan dengan segala kebijakannya yang  seringkali  “timpang”,  barangkali hal tersebut sudah tidak mungkin dilakukan, harus  dijeda sejenak dengan menghela  nafas menghadapi  wabah ini  dan berpikir ulang kondisi paradigma dan nasib  masyarakat terhadap  wabah  ini. Kaum pergerakan, terutama mereka yang ada  diperkotaan sudah  pulang dan baru singgah  di desa-desa masing-masing. Sebagai warga pergerakan,  tentu saja tidak boleh “alergi“ dengan situasi masyarakat desa yang berparadigma  picik terhadap  wabah ini. 

Mereka harus  tetap diperhatikan, diberikan pemahaman, dan tetap menganjurkan berusaha dan berdoa untuk menangkal wabah ini. Karenanya, jangan jadikan wabah ini sebagai musuh bebuyutan yang berharap bertemu langsung dengan pandemi tersebut. Akan tetapi, jadikanlah pandemi sebagai langkah dalam mengaktualisasikan nilai-nilai dzikir dan amal sholeh ditengah-tengah masyarakat pinggiran. Kaum pergerakan harus menjadi sufisme modern, yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri di rumah, tetapi  juga bergerak menjadi “tangan kanan pemerintah” untuk kemanusiaan  (humanism).    
Maka, orientasi gerakan PMII harus tajam ke bawah ditengah wabah ini. Artinya, edukasi tentang pandemi yang sedang melanda ini hendaknya  bisa digerakkan semaksimal mungkin. Sebagai aktivis agamis-nasionalis, kita tentu  tidak boleh abai terhadap kebiasaan dan tradisi dalam melantunkan doa-doa yang sudah diwariskan oleh para muassis NU dan kiai pesantren. Sehingga sanad keilmuan dan sakralitas gerakan kiai menjadi dakwah yang bisa hidup dalam hati nurani masyarakat. 
Tidak  hanya itu, gerakan untuk beramal sholeh juga senantiasa menjadi  prioritas kaum pergerakan. Melakukan pemberdayaan dengan bagi-bagi  masker dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk menangani wabah ini menjadi jalan yang harus ditempuh serta  memberikan perhatian kepada masyarakat untuk tidak panik dalam menghadapi wabah ini. Dalam situasi darurat ini, kaum pergerakan harus mengambil keringanan di antara dua mudarat. Di satu sisi membantu pemerintah dan  pihak-pihak medis.  Di sisi lain, memberikan doktrin kepada masyarakat pinggiran untuk bijaksana menghadapi wabah ini. Gerakan ganda (double) ini  menjadi penyempurna “iman kaum pergerakan” ditengah pandemi yang sedang merajalela.

Oleh sebab itu, kaum pergerakan dalam situasi ini, tidak boleh “alergi”; tidak mau membantu pemerintah atau  bahkan  mengabaikan  masyarakat desa dengan segenap  paradigma  dan hanya memikirkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Inilah resiko kaum pergerakan, terutama bagi mereka yang telah lama berkutat dengan kehidupan masyarakat  kota. Menghadapi  paradigma masyarakat  desa akan kelimpungan  juga. Konklusinya, sebagai  aktifis yang berbasis keseimbangan  hubungan antara manusia dan alam, jiwa “alergi”  hendaknya dipikirkan kembali agar PMII bergerak secara progresif, tidak hanya sebatas pragmatis. Sekian.  Waallahu a’lam.    

________
Penulis : Abdul Warits
Publisher : Tim LSO

*Pengurus Komisariat  PMII Guluk-Guluk Sumenep Madura 
Masa juang 2019-2020 bidang  Informasi dan Komunikasi. 
Ketua Lembaga  Pers Mahasiswa (LPM) Fajar Institut Ilmu Keislaman Annuqayah. J